Keputihan yang dalam istilah
medis disebut fluor albus atau leucorrhoea merupakan cairan yang keluar
dari vagina. Keputihan dapat terjadi pada setiap wanita, tanpa memandang usia. Menurut
Sarwono (2005), keputihan adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang
di keluarkan dari alat–alat genital yang tidak berupa darah. Keputihan bukan
penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua
penyakit kandungan (Manuaba 2005).
Keputihan dapat bersifat
fisiologis dan patologis (penyakit). Secara fisiologis keputihan terjadi
menjelang dan sesudah menstruasi, pada saat terangsang seksual atau mengalami
stress emosional. Keputihan seperti ini wajar, cairan yang keluar cenderung jernih atau sedikit kekuningan dan kental
seperti lendir serta tidak disertai bau atau rasa gatal (Sarwono 2005).
Namun apabila cairan yang
keluar berlebihan, terkadang menimbulkan rasa gatal, dan bau tidak sedap maka
perlu diwaspadai. Penyebab
keputihan antara lain:
a.
Jamur Candidas atau Monilia
Keputihan paling
umum disebabkan oleh jamur Candida spp,
terutama Candida albicans yang
menginfeksi secara superfisial atau terlokalisasi. Penyakit ini seringkali
dalam istilah medis disebut candidiasis
vaginal atau vulvovaginal candidiasis
(VVC) atau vaginitis candida albinacans (Widayati A 2008).
Gejalanya adalah kemerahan pada vulva di vagina, bengkak, iritasi,
dan rasa terbakar serta panas pada daerah vagina. Tanda lain adalah lendir
putih berlebihan, dapat berupa gumpalan seperti keju, dan tidak berbau.
Penderita terkadang mengalami nyeri atau rasa sakit saat berkemih (Manuaba 2005). Biasanya disebabkan oleh kehamilan, penyakit diabetes
melitus, pemakaian pil KB, perubahan kadar hormon, penggunaan celana ketat
dengan bahan yang tidak menyerap keringat, dan rendahnya daya tahan tubuh.
b.
Parasit Trichomonas Vaginalis
Penyebab utama dari keputihan jenis ini adalah suatu jenis
binatang satu sel yang disebut Trichomonas
vaginalis. Infeksi kuman ini dapat terjadi melalui tangan atau celana tanpa sengaja, atau saling menukar
pakaian, lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir
kloset (Manuaba 2005). Gejalanya yaitu cairan keputihan sangat kental, berbuih, berwarna
kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak
menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan (Manuaba 2005).
c.
Bakteri Gardnella
Penyebab lain dari keputihan adalah bakteri-bakteri
menular melalui hubungan seks. Ada dua bakteri yang sangat sering menimbulkan
keputihan dan tertular melalui hubungan seks adalah Gonorhoe (GO) dan Chlamydia. Keputihan lain karena
bakteri mungkin saja terjadi walaupun tidak melalui hubungan seks. Misalnya disebabkan oleh
adanya perubahan dalam vagina serta masuknya kuman-kuman baru. Bisanya bakteri ini
juga menimbulkan gejala yang hampir sama dengan penyakit kelamin, yaitu
keputihan berupa keluarnya nanah dan berbau sangat menyengat (Caprnito L 2006).
Keputihan yang disebabkan oleh bakteri Gonorhoe (GO) dan Chlamydia
adalah keputihan berat dan warna cairan umumnya putih kuning dengan bau yang
cukup menyengat. Pada GO sering disertai rasa perih waktu buang air
kecil sedangkan pada Chlamydia hal itu tidak begitu terasa. Infeksi bakteri
ditandai dengan keluarnya cairan berwarna keabu-abuan, berbau,
menyebabkan rasa gatal dan mengganggu (Caprnito L 2006).
d.
Virus
Keputihan akibat
infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit kelamin, seperti condyloma,
herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak
disertai cairan berbau. Ini sering pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus
herpes ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh,
terdapat di sekeliling liang vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa
panas. Gejala keputihan akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker
rahim (Caprnito L 2006).
Keputihan yang
disebabkan oleh penyakit menular seksual biasanya ditandai dengan keluarnya cairan yang
bersifat ‘cheesy’, berbau dan
bercampur darah, sedangkan keputihan yang disebabkan oleh kanker leher rahim
ditandai dengan keluarnya cairan yang tidak disertai gatal, biasanya disertai
bau busuk.
Patofisiologi
Vagina merupakan
organ reproduksi wanita yang sangat rentan terhadap infeksi, karena batas
antara uretra dengan anus sangat dekat. Infeksi terjadi
karena terganggunya keseimbangan ekosistem di vagina. Ekosistem vagina
merupakan lingkaran kehidupan yang dipengaruhi oleh dua unsur utama, yaitu
estrogen dan bakteri Lactobacillus. Estrogen
berfungsi sebagai penentu glikogen dalam tubuh, dimana glikogen sendiri
merupakan nutrisi dari Lactobacillus. Hasil metabolisme yang berupa asam laktat berperan memberi suasana asam di dalam vagina, dengan pH antara 3,8 - 4,2. Pada tingkat keasaman seperti ini maka Lactobacillus akan tumbuh dengan subur sedangkan bakteri patogen
akan mati (Daili S &
Wresti I 2003)
Apabila keseimbangan tersebut terganggu, misalnya tingkat
keasamannya menurun, maka pertahanan alamiah akan menurun dan menyebabkan
vagina menjadi rentan mengalami infeksi. Ketidakseimbangan tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kontrasepsi oral, penyakit diabetes
melitus, antibiotika, darah haid, cairan sperma, penyemprotan cairan ke dalam
vagina (douching), gangguan hormon seperti saat pubertas, kehamilan,
atau menopause, serta penggunaan celana ketat dengan bahan yang tidak menyerap
keringat (Daili S &
Wresti I 2003).
Ketidakseimbangan
ini menyebabkan tumbuhnya jamur, bakteri, parasit, virus, dan kuman-kuman yang
lain di dalam vagina. Perubahan keasaman dalam vagina tersebut menyebabkan
jamur, bakteri, parasit, virus, dan kuman-kuman lain mudah tumbuh subur
sehingga terjadi infeksi yang akhirnya menyebabkan fluor albus (keputihan), yang berbau, gatal, dan menimbulkan
ketidaknyamanan (Daili S & Wresti I 2003).
Treatment
Seringkali
seseorang merasa mampu mengenali sendiri bahwa sedang menderita keputihan tanpa
merasa perlu memeriksakan diri ke dokter dan langsung diobati menggunakan obat
keputihan yang dijual bebas. Tindakan tersebut cukup berisiko, karena apabila kurang
tepat dalam pengenalan penyakitnya dapat menyebabkan kurang tepat pula obat
yang dipilih, sehingga selain efektivitas terapi tidak tercapai juga akan
berisiko pada munculnya resistensi sehingga jamur semakin kebal dengan obat.
Dari segi
farmakologi, keputihan dapat diatasi dengan obat, salah satunya adalah obat
minum dosis tunggal (sekali konsumsi) dengan resep dokter, dimana selain
penggunaannya yang praktis dan sederhana juga terbukti efektif dan aman
mengatasi jamur candida penyebab
keputihan.
Pengobatan
keputihan dilakukan dengan menggunakan obat anti jamur untuk keputihan.
Tindakan tanpa obat yang mendukung penyembuhan dapat dilakukan dengan
mengindari penggunaan sabun atau parfum vagina untuk mencegah iritasi, menjaga
agar area bagian kewanitaan tetap bersih dan kering dan menghindari penggunaan
pakaian dalam yang ketat dan tidak menyerap keringat. Meminum minuman yogurt
yang mengandung Lactobacillus acidophilus
setiap hari dapat mengurangi kemungkinan kambuhnya keputihan (Prawirohardjo S
2002).
Keputihan apabila tidak segera diobati dapat berakibat
lebih parah dan bukan tidak mungkin menjadi penyebab kemandulan. Penyebab
keputihan berlebihan terkait dengan cara kita merawat organ reproduksi.
Misalnya, mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara berlebihan,
menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam,
tak sering mengganti pembalut (Purwantiastuti 2004).
Anjuran Gizi
Menurut Gunawan A (1999), pola makan yang
sehat dapat membantu mencegah keputihan. Keputihan tidak dapat diobati apabila pola
makan yang dilakukan masih belum baik, misalnya tidak mengkonsumsi buah setelah
mengkonsumsi makanan tinggi protein atau pati, karena hal tersebut dapat
menyebabkan fermentasi atau pembusukan makanan. Fermentasi atau pembusukan akan
memicu produksi mucus atau lendir berlebihan dalam tubuh. Semua buah apabila
dimakan setelah makan makanan tersebut akan menyebabkan kondisi seperti itu.
Langkah selanjutnya
adalah mengurangi makanan yang manis-manis, makanan yang mengandung karbohidrat
olahan misalnya gula, kue bolu, cake, biscuit, lain sirup maple
dan semua makanan atau minuman yang mengandung bahan tersebut, minuman
beralkohol, makanan yang mengandung asam cuka, kacang tanah, pistasio, kacang
mede, kecap, susu, softdrink, buah kering, makanan olahan, kopi dan teh. Makanan tersebut dapat meningkatkan
populasi bakteri penyebab keputihan (Anonim 2007 b).
Penerapan pola
makanan seimbang perlu diterapkan untuk mencegah infeksi jamur vagina yaitu dengan
menjaga asupan cukup cairan, minimal 8 gelas per hari baik dalam bentuk
minuman maupun makanan, asupan cukup serat dari buah dan sayuran (Gunawan A 1999).
Yogurt baik untuk membatasi
aktivitas jamur dan bakteri penyakit. Yogurt yang sebaiknya dikonsumsi adalah yogurt
polos (plain) yang tidak mengandung
gula dan pewarna, serta mengandung bakteri Lactobactiluss
acidophilus. Bakteri tersebut berfungsi sebagai penghambat perkembangbiakan
jamur candida penyebab keputihan (Gunawan A 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar